
Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengadakan webinar internasional dengan tema “
Interfaith Education for Strengthening Communities: Imperative, Challenges, and Future Works” via zoom meeting yang diselenggarakan pada Rabu, 16 Agustus 2022.
Webinar internasional yang berkolaborasi dengan Center of Study for Empowerment and Peace (CSEP) tersebut diisi oleh Professor of Islamic Studies and Christian-Muslim Relations Hartford International University For Religion & Peace,President of CECF and Founder of Al Basheer Seminary, Prof. Imam Mohamad Bashar Arafat, Ph.D, Prof. David Grafton, dan Lecturer of Faculty of Ushuluddin State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Kusmana, S.Ag., M.A., Ph.D.

Director of Center of Study for Empowerment and peace, Rosita Tandos, M.Comdev., Ph.D membuka webinar tersebut. Rosita mengatakan Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki beragam agama, budaya suku, adat, adat istiadat, dan bahasa daerah. Lanjut, kata Rosita, hal tersebut saling berhubungan dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dalam semua Al-Qur'an. Rosita tandos turut senang telah berbagi salah satu hal pertama dalam pengembangan komunitas yang dikenal sebagai Pengembangan Komunitas berbasis aset. Pada komunitas ini, semua agama dianggap sebagai sumber daya utama yang terdiri dari tiga komponen, termasuk organisasi pemimpin dan jemaat.
Apabila melihat masyarakat saat ini, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Ketiga komponen ini disebut sumber daya dalam, dalam menggunakan perspektif Pengembangan Masyarakat dan semuanya bersama-sama dan diharapkan bekerja untuk mengembangkan kapasitas masyarakat untuk mengubah suatu kebijakan. “Ini semua masalah atau tantangan kita bersama,” ucap Rosita, Rabu (16/08/2022).
“Dengan menggunakan teknologi, saya pikir kita dapat mengembangkan dan memperkuat kesadaran ini, serta bekerja untuk masa depan karena teknologi ada di tangan kita. Kita dapat meningkatkan efektivitas pekerjaan kita dengan menggunakan teknologi, dan semua orang bisa melakukan itu. Itulah mengapa sangat penting untuk membawa topik ini di webinar kami hari ini,” tutur Rosita, Rabu (16/08/2022).

Dalam webinar tersebut, President of CECF and Founder of Al Basheer Seminary, Prof. Imam Mohamad Bashar Arafat mengatakan para imam di Amerika seharusnya memperhatikan lingkungan dimanapun mereka berada. Tak hanya itu, Ia juga mengatakan, untuk mendapatkan perhatian akan pentingnya diplomasi agama mereka harus memperhatikan masalah kebhinekaan.
Tak hanya itu, Ia menceritakan ketika ia meninggalkan Suriah pada 1989 dan pemerintah mengirimnya ke Amerika. Lanjut, kata Imam, jika mereka ingin berkomunikasi dengan masyarakat Amerika Serikat, orang di Eropa, kita harus memahami bagaimana orang-orang itu berpikir, bagaimana orang-orang itu memandang hal-hal yang mungkin kita bicarakan. Akan tetapi di Indonesia kita memiliki cara tertentu. Masyarakat Indonesia perlu bertanya kepada orang Amerika, bagaimana mereka mendengar kita dan bagaimana mereka memahami kita. Imam juga menuturkan, Al-Quran penuh dengan cerita tentang komunitas yang berbeda tentang agama, juga ideologi yang berbeda dari kita yakini.

Professor of Islamic Studies and Christian-Muslim Relations Hartford International University for Religion and Peace, David Grafton menuturkan seseorang dapat mengundang instruktur atau narasumber untuk datang dan berbicara tentang tradisi keagamaan. Lanjut, kata David, di Amerika Serikat tidak jarang seminar Kristen mengundang pembicara dari pembicara Muslim untuk datang dan diskusi tentang Islam agar Yang Maha Kuasa belajar tentang Islam. “Itu cukup sering terjadi di sini dan cukup teratur,” ucap David, Rabu (16/08/2022).
David menjelaskan terdapat dua cara yang diputuskan oleh Hartford International University untuk membantu siswa belajar satu sama lain dengan cara menyatukan tradisi agama yang berbeda berada di kelas yang sama belajar dengan satu sama lain. Tak hanya membahas kitab suci, melainkan juga teologi, sejarah, dan politiknya. Dan itu merupakan pertama kalinya para siswa mendengar sesuatu tentang tradisi agama lain, yang mungkin belum pernah mereka dengar. Berbagi perspektif yang mereka tangkap dari tradisi agama yang berbeda. Selain itu, mereka juga terlibat dalam percakapan tentang bagaimana mereka mungkin melihat ini secara berbeda. “Siswa berbicara dari pengalaman mereka sendiri tentang tradisi agama mereka,” ucap David, Rabu (16/08/2022).

Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, Kusmana juga mengatakan agama bukan satu-satunya penghuni realitas, ada banyak kekuatan lain, seperti adat istiadat, sistem politik, institusi, ide, dan sebagainya. Kita menyebutnya sebagai kekuatan sosial, dan hubungan antara kekuatan-kekuatan sosial tersebut tidak monolitik, tetapi dinamis, mereka dapat saling membangun secara konstruktif, dan pada saat yang sama, sebaliknya, mereka dapat bersaing satu sama lain, bahkan saling bermusuhan dan bermusuhan. melemahkan satu sama lain. Sejarah menunjukkan kedua sisi dari gambaran yang kontradiktif ini.
Kata Kusmana, sejarah menunjukkan bahwa toleransi dan intoleransi terjadi di mana-mana. , setiap umat beragama. Agama yang sebenarnya mengajarkan kerukunan, namun dalam praktiknya sering kali disalahgunakan oleh sebagian pengikutnya dan oleh sejumlah penguasa untuk mengamankan kepentingan kelompok tertentu. Pengalaman hidup yang harmonis lebih banyak terjadi dalam konteks koeksistensi. Artinya, pemeluk agama masih secara eksklusif mentransformasikan ajaran dan peradaban agamanya hanya kepada komunitas agamanya sendiri.
Hal ini mengakibatkan ketidaktahuan dan pengalaman setiap pemeluk agama untuk hidup rukun dan saling menghormati. Artinya, gagasan pendidikan lintas agama menghadapi absennya sejarah panjang praktik terbaiknya. Namun, Kusmana juga mengatakan pendidikan agama dapat diperkenalkan melalui pendidikan formal dengan dua cara: pengajaran agama di sekolah non-agama dan pendidikan agama di sekolah agama. Namun kebijakan tersebut tidak diterapkan dalam hal pendidikan lintas agama. “Kementerian Pendidikan bekerja sama dengan Kementerian Agama berada di garda terdepan untuk menyusun kurikulum baru pendidikan agama,’ pungkas Kusmana, Rabu (16/08/2022). (Hana Nabila)