Hamka: Ulama Produktif dan Komplit
Hamka: Ulama Produktif dan Komplit

Magister KPI UIN Jakarta Bedah Hamka Lahir pada 17 Februari 1908 M dengan nama Abdul Malik dari seorang tokoh pelopor dari Gerakan Islam “ Kaum Muda” di Minangkabau, Syaikh Abdulkarim Amrullah yang terkenal dengan sebutan Haji Rasul. Abdul Malik yang kemudian dikenal sebagai Buya Hamka memiliki sikap hidup yang tidak membuat gaduh, apalagi memancing di air keruh. Tuturan dakwahnya selalu menyejukkan bukan memojokkan, mengundang simpati, jauh dari kata umpat dan hujat. Hal ini dikatakan oleh Arief Tri Setiawan dalam Seminar dan Bedah Buku “ Rijal Al Dakwah: Melacak Gerakan dan Pemikiran Dakwah Para Da’I di Indonesia Abad ke-20 ” di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 24 Maret 2022. Lebih jauh, Arief menjelaskan bahwa Hamka mempunyai pendirian yang teguh, prinsipnya kuat, namun lentur dan menaruh hormat kepada yang berbeda, tak terbeli dan tak gemar mengobral fatwa. Menurutnya Kecintaan kepada tanah air merupakan keutamaan seorang yang mengakui beriman kepada Allah SWT. Hamka meraih gelar Dr. (HC) dari Universitas Al-Azhar, Kairo dan juga Universitas Kebangsaan Malaysia, hingga PM Malaysia mengatakan “Hamka adalah kebanggaan bangsa-bangsa Asia Tenggara”. Oleh Hatta disebut juga sebagai “Ulama yang mula-mula sekali menyatakan revolusi jiwa kepada Jepang di Indonesia”, itulah salah satu dakwah bil-hal yang dilakukan Hamka saat Sei Kerei pada pertemuaan Shumubu. Magister KPI UIN Jakarta Bedah HamkaSelanjutnya, menurut Arief, yang juga merupakan Mahasiswa Magister KPI UIN Jakarta ini, Hamka dilahirkan dari keluarga muslim yang sangat taat, serta sekelilingnya merupakan para ulama dan tokoh bangsa. Ini yang menjadikannya sangat mencintai agama, bangsa, dan negaranya. Sejak kecil telah melihat bagaimana ayahnya menyebarkan paham dan keyakinannya. Kemudian pada usia remaja belajar pada para tokoh bangsa seperti H.O.S Tjokroaminoto, Ki Bagus Hadikusumo, R.M. Soerjopranoto dan lainnya. Hamka juga turut dalam kepengurusan dan pengembangan Muhammadyah. Hamka memulai dakwahnya dengan membuat majalah dakwah “Tabligh Muhammadyah”, hingga diberi kesempatan untuk ber-khotbah para beberapa pertemuan pemuda Muhammadyah. Hamka juga sempat memberikan khotbah-khotbahnya di masjidil Haram saat menunaikan ibadah haji. Proses belajar yang terus-menerus, memberinya pengetahuan, pemikiran dan rasa kebangsaan yang luarbiasa sehingga membawanya pada beberapa posisi penting di tanah air, diantaranya sebagai dosen di berbagai peruruan tinggi Islam, pimpinan cabang dan pengurus pusat Muhammadyah, anggota Parlemen hingga menjadi ketua MUI pertama serta menghasilkan karya yang sangat fenomenal yaitu tafsir Al-Azhar. [ ]