Halal Bi Halal dan Dialog Virtual Ikatan Alumni ADIA/ IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Halal Bi Halal dan Dialog Virtual Ikatan Alumni ADIA/ IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Masih dalam suasana Idul Fitri 1441 H, pada tanggal 6 Juni 2020 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melaksanakan acara Halal Bi Halal Nasional dan dialog virtual melalui aplikasi zoom.us. Halal bi halal ini dilaksanakan bertepatan dengan Dies Natalis UIN yang ke-63 dengan mengambil tema “ Merawat Kebebasan Mimbar di Era New Normal”. Acara ini dihadiri oleh segenap pimpinan dan keluarga besar UIN Syarif Hidayatulla Jakarta serta alumni ADIA/IAIN/UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tersebar di seluruh dunia. Cikal bakal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ditandai dengan lahirnya ADIA di tahun 1957 telah mewarna perjalanan sejarah kebangsaan tanah air ini. Banyak alumni ADIA/ IAIN/ UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menduduki posisi penting di berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta. Tak terhitung pula, jumlah alumni yang berkiprah di dunia akademik dan keilmuan yang turut menggores arus pemikiran nasional maupun internasional. Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak hanya mengisi formasi Kementerian Agama, namun berbagai lini profesi di seluruh jalur pun alumni memiliki peran. 

KH. A. Mukri Aji, MA, selaku ketua pelaksana, menyambut semua yang hadir dalam halal bi halal virtual ini. Dalam sambutannya, ketua IKALUIN, Drs. A. Zacky Siradj, mengundang pusat studi yang membahas (markas) untuk ikatan alumni UIN Jakarta. UIN Jakarta adalah kekuatan spiritual dan peradaban. Kita perlu menggaungkan istilah "universitas kelas dunia", tetapi kita harus lebih mengedepankan kontribusi insan peradaban yang mengusung ilmu dan amal. Dalam pengembangan keilmuan dan mimbar akademik adalah implementasi dari kebebasan ilmu pengetahuan dan keterbukaan. Jika kebebasan mimbar akademik dikerdilkan, maka sama saja melawan ilmu dan pengetahuan. 

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Dr. Amany Lubis, MA, Rektor UIN Jakarta saat ini menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada para rektor pendahulu, guru besar,  dan seluruh alumni yang hadir. Rektor mengungkapkan permohonan maaf dan harapan agar UIN Jakarta dan semua yang hadir selalu dalam kondisi yang terbaik. Kondisi kampus saat ini tidak seperti sebelumnya  karena pandemi Covid-19, utamanya pada sisi layanan pembelajaran yang harus dilaksanakan dalam bentuk daring. Rektor juga menjelaskan keinginan UIN untuk bertransformasi menjadi PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) sebagai upaya memperkuat aspek kelembagaan UIN Jakarta. Dalam sambutannya, Rektor menyatakan bahwa proposal transformasi menuju PTNBH sudah diterima langsung oleh Menteri Agama. Transformasi ini didukung oleh bertambahnya asset universitas, yakni Rumah Sakit Haji yang dihibahkan ke UIN Jakarta, di samping beberapa asset tanah yang ada. Rektor juga menyapa beberapa alumni internasional dari beberapa negara dan juga beberapa alumni yang saat ini menjabat sebagai rektor di beberapa PTKIN dan PTKIS. Rektor juga mengakui bahwa selama masa Covid-19, peran STF, gugus penanganan covid-19, dan keluarga besar UIN Jakarta sangat instrumental. Di masa yang akan datang UIN Jakarta harus memiliki Lembaga Wakaf (Endowment Unit) sebagaimana STF. 

Untuk mengulas topik kebebasan mimbar akademik, beberapa alumni yang dikenal memiliki kiprah nasional dan internasional dihadirkan, di antaranya adalah: KH. Prof. Dr. Didin Hafidhuddin (Guru Besar IPB), Anwar Abbas, M.Ag (Sekjen Pengurus Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pusat), Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA. (Staf Khusus Wakil Presiden RI), Dr. Tati Hartimah, MA (Dosen FAH UIN Jakarta). Diskusi dipandu oleh Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag. Diskusi mengulas konteks kenormalan baru (New Normal) sebagai imbas pandemi Covid-19 dan bagaimana manusia memiliki daya lentur untuk selalu beradaptasi dengan segala kondisi. Kebebasan mimbar akademik adalah pengejawantahan nalar sehat yang tidak dapat dibatasi oleh keadaan apapun. Kondisi Covid-19 justru merupakan tantangan yang mesti dipahami sebagai upaya manusia untuk menemukan kebaruan dan inovasi.

Didin Hafidudin menyoroti pentingnya amanah bagi orang beriman yang dalam konteks kebebasan akademik adalah komitmen dia untuk membuat perubahan ke arah yang positif. Sementara itu Masykuri Abdillah berpendapat bahwa kebebasan akademik harus dipahami sebagai kebebasan yang bertanggungjawab ilmiah dan terkait dengan nilai. Masykuri berbagi pengalaman pada saat beliau menjadi Direktur Pascasarjana yang melarang kajian normative dari berbagai tokoh yang dinilainya bukan bidangnya, semisal Muhammad Syahrur, Abdullah Ahmad Anna’im, Nasr Hamid Abu Zayd, dan beberapa tokoh lainnya.

Anwar Abbas, M.Ag menyebut ada orang-orang dalam menghadapi Pandemi covid-19 yang imannya tinggi tetapi berilmu rendah sehingga beranggapan yang takut dengan corona maka ia musyrik. Tati Hartimah, MA menyebut gairah dalam berilmu pengetahuan dalam Webinar ini bukan utama. Bagaimana kita bisa mengetahui antropologi kesehatan mengenai perkembangan Covid-19. Sebagai masyarakat pembelajar, alumni UIN harus hadir berinovasi dalam menghadapi Pandemi covid-19. 

Selain itu, ada juga alumni lain yang memerlukan moderator untuk menyampaikan pendapatnya. Diantaranya Wahiduddin Adams yang membahas tugas para civitas akademika untuk membahas pengetahuan baru dalam mengatasi covid-19, memberikan ilmu yang bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Sementara Fachri Ali memilih Rektor UIN saat ini perlu membuat tokoh-tokoh yang akan dimunculkan di depan publik. TB Ace Hasan Syadzili mengundang UIN Jakarta harus mampu membuat transformasi baru dalam menghadapi perkembangan ekonomi saat ini. (ss / mar).